Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian masyarakat terhadap asupan gula dan kalori semakin meningkat. Gaya hidup modern yang serba cepat, diiringi meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga berat badan, mengontrol gula darah, dan menghindari risiko penyakit kronis seperti diabetes dan obesitas, membuat banyak orang mulai beralih ke produk-produk berlabel “sugar-free” atau “rendah kalori.” Di balik label-label ini, salah satu bahan yang paling umum digunakan untuk menggantikan gula adalah aspartam. Namun, meskipun sering ditemukan dalam berbagai jenis makanan dan minuman, dari soda diet hingga permen bebas gula, masih banyak orang yang belum benar-benar memahami apa itu aspartam, bagaimana cara kerjanya dalam tubuh, serta apakah ia benar-benar aman dikonsumsi.
Aspartam sering menjadi topik perdebatan di dunia kesehatan dan nutrisi. Beberapa menganggapnya sebagai penyelamat diet karena membantu mengurangi konsumsi gula tanpa mengorbankan rasa manis. Namun, yang lain merasa was-was terhadap kemungkinan efek sampingnya, terutama setelah muncul berbagai rumor dan klaim kontroversial tentang hubungannya dengan penyakit tertentu. Lalu, bagaimana sebenarnya fakta ilmiahnya? Artikel ini akan membahas secara lengkap dan mendalam tentang aspartam, mulai dari kandungan kimianya, manfaat kesehatannya, hingga efek samping dan siapa saja yang perlu mewaspadainya. Yuk, kita kupas tuntas semuanya agar kamu bisa mengambil keputusan yang lebih bijak tentang konsumsi pemanis buatan ini!
Aspartam adalah pemanis buatan yang memiliki rasa manis sekitar 200 kali lebih kuat dari gula pasir (sukrosa). Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, hanya dibutuhkan sedikit aspartam untuk memberikan rasa manis yang diinginkan—itulah sebabnya ia populer di produk makanan rendah kalori.
Aspartam pertama kali ditemukan pada tahun 1965 oleh seorang ahli kimia bernama James M. Schlatter. Sejak saat itu, penggunaannya telah disetujui oleh berbagai badan kesehatan internasional, termasuk FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat, EFSA (European Food Safety Authority) di Eropa, dan BPOM di Indonesia.
Secara kimia, aspartam terdiri dari dua asam amino alami:
Ketika dikonsumsi, aspartam dipecah menjadi tiga komponen utama:
Semua komponen ini sebenarnya juga ditemukan secara alami dalam makanan sehari-hari seperti daging, susu, dan buah-buahan.
Baca juga: Gula Kastor vs. Gula Pasir: Mana yang Harus Anda Pilih untuk Baking Sempurna?
Aspartam biasanya ditemukan dalam produk-produk seperti:
Nama lain dari aspartam di label kemasan bisa berupa:
Karena kadar kemanisannya tinggi tapi kalorinya rendah, aspartam sangat membantu bagi mereka yang sedang diet atau ingin mengontrol berat badan.
Aspartam tidak meningkatkan kadar gula darah, sehingga sering dijadikan alternatif oleh penderita diabetes yang ingin tetap menikmati rasa manis tanpa risiko lonjakan glukosa.
Tidak seperti gula, aspartam tidak menyebabkan gigi berlubang, karena tidak dimetabolisme oleh bakteri mulut.
Aspartam cukup stabil untuk digunakan dalam makanan kering seperti sereal atau campuran minuman serbuk.
Walau telah dinyatakan aman oleh banyak badan kesehatan, aspartam tetap memiliki kontroversi, terutama jika dikonsumsi berlebihan atau oleh orang-orang tertentu.
Orang dengan kondisi PKU, kelainan genetik langka, tidak dapat memetabolisme fenilalanin. Karena aspartam mengandung fenilalanin, penderita PKU harus menghindari aspartam sepenuhnya.
Beberapa orang melaporkan efek seperti:
Namun, belum ada bukti ilmiah kuat yang membuktikan aspartam sebagai penyebab langsung dari gejala tersebut pada orang sehat.
Beberapa studi lama sempat mengaitkan aspartam dengan risiko kanker. Tapi studi-studi skala besar, termasuk dari National Cancer Institute, WHO, dan EFSA, menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim tersebut jika dikonsumsi dalam batas wajar.
Batas konsumsi harian yang dapat diterima (Acceptable Daily Intake / ADI) menurut EFSA adalah:
Sebagai ilustrasi: seseorang dengan berat 60 kg bisa mengonsumsi hingga 2.400 mg aspartam per hari — setara dengan sekitar 15–20 kaleng minuman diet, tergantung kadar aspartamnya.
Artinya, sangat sulit untuk melewati batas aman ini jika dikonsumsi secara normal.
Baca juga: 5 Jenis Pengental Alami untuk Dessert dan Kue yang Sempurna
Ya, untuk mayoritas orang, aspartam aman jika dikonsumsi sesuai batas yang dianjurkan. Namun, bagi orang dengan:
… sebaiknya membatasi atau menghindari pemanis buatan ini.
Aspartam adalah pemanis buatan yang telah digunakan secara luas selama lebih dari 40 tahun. Dengan rasa manis tinggi namun kalori sangat rendah, ia menjadi pilihan utama dalam produk makanan dan minuman rendah gula.
Meskipun ada beberapa kontroversi, penelitian ilmiah menyatakan bahwa aspartam aman dikonsumsi dalam jumlah wajar oleh orang sehat. Seperti semua hal, kuncinya adalah moderasi.
Jika kamu sedang menjalani pola hidup sehat, diet rendah gula, atau mengelola diabetes, aspartam bisa menjadi alat bantu yang berguna—selama kamu tahu cara menggunakannya dengan bijak.
Muhammad Ermanja
Muhammad Ermanja is an esteemed expert in the field of food ingredients and a highly skilled content writer at Global Solusi Ingrredia. With his extensive knowledge and experience, he brings a wealth of expertise to the table, making him an invaluable asset to the company.